Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta

Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta

Jl. Perempatan ringroad Timur Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta

■ Bermutu ■ Berkelas ■ Bermartabat

PENYEBUTAN “YANG MULIA” UNTUK HAKIM

PENYEBUTAN “YANG MULIA” UNTUK HAKIM

Penulis : Mayor Chk Salis A.W., S.H

Ada hal menarik ketika membaca berita di salah satu portal berita online news.detik.com¹ yang diberi judul “Eks Ketua MA Harifin Tumpa Minta Panggilan “Yang Mulia ke Hakim Disetop”.  Dalam isi berita tersebut, beliau menyatakan bahwa “Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, tidak diketemukan dasar hukum berupa peraturan perundang-undangan yang mewajibkan seorang saksi, tersangka, jaksa atau pengacara untuk memanggil hakim dengan sebutan “Yang Mulia” dalam persidangan”. Beliau menambahkan bahwa penelitian ini dilakukan oleh anggota Kerukunan Keluarga Purnabakti Hakim Agung (KKPHA) dan Persatuan Hakim Indonesia (Perpahi) sekaligus menandatangani permintaan tersebut. Alasan kedua kenapa pemanggilan “Yang Mulia” tersebut perlu dihentikan, menurut beliau dalam masyarakat dan media sosial, sudah ramai dibicarakan adanya instruksi untuk menyebut hakim dengan sebutan “Yang Mulia”. Sedangkan predikat “Yang Mulia” bagi hakim dianggap tidak mencerminkan antara kenyataan dan perbuatan yang mereka lakukan. Alasan berikutnya menurut beliau adalah karena para hakim yunior juga sering kali memanggil para purnawirawan hakim agung dengan “Yang Mulia” sehingga membuat para purnawirawan hakim agung tersebut merasa tidak ebak dan risi, karena sebenarnya sudah tidak tepat dan pantas lagi karena beliau semua telah purna bakti. Beliu menambahkan sebutan/sapaan bagi hakim hendaknya seperti halnya sebutan bagi Bapak Presiden dan Para Menteri dengan sebutan “Yang Terhormat Bapak/Ibu Hakim. Keluarga Purnabakti Hakim Agung (KKPHA) dan Persatuan Hakim Indonesia (Perpahi) meminta agar hakim cukup dipanggil “Yang Terhormat Bapak/Ibu Hakim”. Permintaan tersebut dituliskan dalam surat dan telah dikirimkan ke Ketua Mahkamah Agung RI.

Sebelum penulis membahas tentang berita tersebut di atas, perlu kiranya diketahui bahwa Perpahi adalah akronim dari Persatuan Purnabakti Hakim Indonesia, bukan Persatuan Hakim Indonesia seperti halnya ditulis dalam berita tersebut. Sedikit penulis tambahkan, wadah organisasi hakim di bawah Mahkamah Agung RI adalah IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia).

Kita kembali ke bahasan tentang penyebutan “Yang Mulia” untuk hakim, sepanjang pengetahuan penulis bahwa dasar hukum untuk penyebutan tersebut tidak ada, hal ini hanya merupakan kebiasaan yang terjadi dalam praktek di persidangan. Demikian halnya penyebutan “Yang Mulia’ bagi para pejabat yang disebutkan di atas baik Presiden dan Menteri, penulis juga belum menemukan dasar hukumnya.

Terlepas dari tepat atau tidaknya panggilan “Yang Mulia” bagi hakim, penulis lebih cenderung untuk berpendapat bahwa cara pemanggilan tersebut sebagai pengingat bagi seorang hakim untuk selalu berusaha dan berikhtiar untuk memantaskan diri disebut “Yang Mulia” dalam persidangan, dengan cara selalu berpedoman kepada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, selalu belajar dan terus belajar, disamping itu seorang hakim harus selalu mendekatkan diri Kepada Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Sempurna agar benar-benar pantas disebut sebagai “Yang Mulia” dalam persidangan.

 


¹ News.detik.com. Kamis, 25 Juni 2020.

 

 

Share this 

Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on twitter
Twitter
Share on google
Google+
Share on email
Email

Tinggalkan komentar